Novel

Terjebak di Surga

Nama saya adalah Steiner, saya tinggal di Negara Irlandia, tepatnya di kota Dublin. Saya sedang menjalani sekolah di Dublin High School. Kegiatan sekolah kami sama seperti rata-rata sekolah di seluruh dunia dan saya cukup senang bersekolah disini. Sampai pada suatu hari papa tiba-tiba memindahkan saya ke sekolah Pribadi di suatu daerah yang bernama Clare. Terpaksa saya berpisah dengan sahabat dan teman-teman di Dublin, mereka cukup kaget dengan kepindahan saya yang tiba-tiba. Saat saya sampai di Clare saya kaget karena melihat keadaan alam yang sangat berbeda dengan di Dublin , yang penuh dengan gedung dan perumahan. Disini terlihat sangat jarang gedung yang ada hanyalah hamparan padang rumput dan pepohonan yang beragam. Di perjalanan menuju sekolah baru saya hanya melihat pemandangan alami yang jarang saya lihat. Sesampainya di sekolah baru, saya dikagetkan kembali, sekolah ini bangunannya sangat tua, seperti kastil yang berubah fungsi menjadi sekolah. Di dalam sekolah Pribadi ini terdapat asrama untuk laki-laki dan perempuan, Fasilitasnya sangat lengkap, dari ruang belajar, ruang makan bersama, tempat fitness dan berenang serta lapangan bola, dan ruang membaca yang terbagi menjadi dua belajar dan bersantai. Di ruang membaca belajar kami tidak boleh ribut tetapi di bagian yang bersantai kami diperbolehkan untuk mengobrol satu sama lain murid dan guru. Setelah sampai disana saya langsung ke kamar di asrama, saya merapihkan barang-barang yang saya bawa seperti buku, alat tulis, gadget, baju-baju dan keperluan kamar seperti bantal, selimut, alarm dan lampu kamar dari rumah saya di Dublin. Setelah saya merapihkan kamar tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke kamar. “Hai, kamu anggota baru disini?” Saya memandanginya, sepertinya kami itu seumur, tetapi dia bersikap jauh lebih dewasa dan pakaiannya sangat rapih. Dia bernama John.. “Betul, salam kenal nama saya Steiner.”. John memberikan tur disekitar fasilitas sekolah Victorica ini sebagaimana perintah pembimbing kelas Pak Rodrick. Setelah tur saya merasa cukup terkesan dengan sekolah ini, terasa seperti berada di kerajaan.

Keesokan harinya saya mulai mengikuti pelajaran. “Kenalkan anggota baru di sekolah ini, Steiner “. Pak Rodrick mempersilahkan saya untuk duduk, saya memilih tempat duduk di sebelah John. Semua terlihat serius mengikuti pelajaran, berbeda dengan sekolah sebelumnya yang saya ikuti suasana kelas terasa lebih santai. Cara mengajarnya pun berbeda, disini Pak Rodrick mengajarkannya lebih cepat dimengerti. Saya cukup bingung kenapa papa memindahkan saya ke sekolah ini. Akhirnya jam belajar telah usai kami berkumpul untuk makan siang, di perjalanan menuju ruang makan terlihat teman sekelas saya yang belum saya kenal menyapa.. “Hai Steiner, nama saya Irvin, bagaimana menurutmu perempuan di kelas kita, cantik-cantik bukan?” Saya tertawa “Saya setuju denganmu Irvin, haha. Apakah kamu suka seseorang di kelas?” Irvin terlihat kaget mendengar pertanyaan saya. “Kita bahas itu nanti, perkenalkan sahabatku Tanya!” “Hai Steiner, sudah terbiasakah dengan sekolah ini?” saya memandanginya, Tanya adalah perempuan yang sangat cantik berambut panjang dan bertubuh langsing. “Hai Tanya, senang berkenalan denganmu. Sepertinya saya sedang menyesuaikan dengan keadaan sekolah ini.” Kita berempat saling mengobrol dan tertawa sampai di ruang makan. Di ruang makan kami berbincang-bincang perbedaan sekolah ini dan tugas tambahan yang akan datang, akhirnya kami setuju untuk menjadi satu kelompok di tugas kedepan.

Setelah makan siang kami memutuskan untuk bersantai di ruang baca untuk membahas keadaan penduduk di sekitar yang bekerjasama dengan sekolah dalam riset mengenai pertanian, pertambanan, dan kelautan. Mereka lebih senang memakai teknologi konvensional dibandingkan yang modern.

Setelah mengobrol-ngobrol dengan mereka saya kembali ke kamar dan bermain game di komputer.

Hari ini adalah hari pelajaran lingkungan, dan akhirnya saya, John, Irvin dan Tanya diberikan tugas untuk membantu para petani yang bekerjasama dengan sekolah untuk merawat tanamannya. Sepulang sekolah kami langsung bergegas menuju rumah petani tersebut, kami berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang sedikit lembab karena habis hujan. Wangi rumput basah tercium sepanjang jalan, matahari yang sedikit tertutup awan membuat udara terasa dingin dan pohon-pohon yang tinggi meneduhi langkah kami. Rumah petani tersebut sudah terlihat, terbuat dari kayu, cukup besar, dan memiliki cerobong asap. Tanya mengetuk pintunya “Halo, ada orang di dalam?” “Iya? Siapa disana?” Sahut dari dalam rumah. “Saya Tanya, dan teman-teman saya dari akademi Victorica.” “Tunggu sebentar” sahutnya. Pintu dibuka dan terlihat sosok perempuan yang cantik, tidak terlalu tua, terlihat sekitar dua puluh tahun. “Silahkan masuk, saya baru melihat kalian.” “Terima kasih, kami baru mendapatkan pelajaran ini. Kami kelas dua sekarang.” Tanya menjelaskan. Lalu kami semua masuk dan duduk di ruang tamu. Terlihat rumahnya sangat rapih dan bersih, walaupun terlihat klasik. “Ada yang bisa kami bantu untuk merawat tanaman? Sebelumnya maaf, nama kakak siapa?” Tanya John. “Nama saya Paper anak dari pemilik rumah ini, kalian boleh memberikan pupuk hari ini di taman. Bolehkah saya tahu nama kalian?” tanya Paper. “Saya John, disebelah kiri saya Steiner dan Irvin, disebelah kanan saya Tanya. Baik kami akan mengerjakannya, bagaimana cara memberi pupuknya?” John bertanya kepada Paper. “Paper menjelaskan. “Lalu pupuknya kami ambil dimana?” Saya bertanya. “Di ladang ada kakak saya yang sedang memberi pupuk juga, silahkan minta kepadanya.” Paper menjelaskan. Akhirnya kami langsung ke ladang dan membantu kakaknya Paper memberikan pupuk ke tanaman ketnang, jagung, dan ubi. Karena banyak sekali, kami pun lelah dan beristirahat di rumah Paper sesudahnya. Kami diberikan masakkan yang sangat enak buatan Paper. “Silahkan dimakan, ini bentuk terima kasih dari saya.” Steak barbekyu dengan saus jamur yang masih segar dan jagung dan kentang hasil panen musim lalu yang porsinya sangat banyak membuat kami langsung melahap makanan yang enak ini. “Jamurnya enak sekali” Tanya memberikan komentar. “Itu dari petani sebelah, kami baru saja menukarnya dengan kentang dan jagung hasil panen musim lalu yang porsinya sangat banyak membuat kami langsung melahap makanan yang enak ini. “Jamurnya enak sekali” Tanya memberikan komentar. “Itu dari petani sebelah, kami baru saja menukarnya dengan kentang dan jagung hasil panen kami.” Paper menjelaskan. Paper tidak makan, dia hanya minum teh hangat dan melihat kami makan. Setelah selesai makan kami berterima kasih kepada Paper untuk makanannya yang sangat lezat. Kami tidak akan bosan membantu Paper dan keluarganya karena masakan sangatlah enak. Kami berpamitan dan langsung kembali ke asrama untuk memberikan laporan hasil kegiatan hari ini. Saat mengumpulkan laporan saya melihat perempuan yang cantik yang membuat hati saya berdebar-debar. “Steiner, kamu suka perempuan itu ?” Tanya memergoki saya yang sedang melihat kepada perempuan itu. “Hmm, biasa saja” Saya bingung harus jawab apa. “Irglova! Kenalkan teman baru saya, namanya Steiner!” “Hai Steiner! Kamu murid baru ya? Saya baru pertama kali melihatmu.” Irglova langsung menyapa saya dan saya pun langsung gugup “Hahaha, iya.. senang berkenalan denganmu Irglova!” Saya sangat senang karena dapat langsung berbicara dengan Irglova. “Terima kasih Tanya” dalam hati saya bergumam. Irglova adalah perempuan berambut panjang yang mungil tetapi sangat lucu. :Apakah kamu sudah ikut perkumpulan ekstrakulikuler?” Irglova bertanya. “Belum, saya belum tau apa saja perkumpulan yang ada.” Saya berpikir akan sangat bagus jika saya dan Irglova satu ekstrakulikuler. “Bagaimana dengan grup fotografi? Saya sangat menganjurkannya loh, karena grup ini sering berjalan-jalan mencari tempat-tempat yang bagus bagus untuk difoto.” Irglova tersenyum. “Boleh juga, tapi saya tidak mempunyai kamera proffesional seperti SLR, saya senang dan ingin bergabung sebenernya.” Kamu boleh pinjam kamera punyaku kok,yang penting daftar dulu di grup fotografi ya!” Irglova terlihat meyakinkan. Saya pun langsung setuju dan mendaftar, ternyata dia adalah sekertaris grup tersebut. “Aduhh, yang langsung akrab!” sindir Tanya. Saya langsung tertawa, karena senang. Irglova terlihat biasa saja, untung dia belum menyadari bahwa saya menyukainya. Setelah mengumpulkan laporan kami berpisah. “Traktir saya karena sudah memperkenalkan kamu dengan Irglova, Steiner!” Tanya tertawa licik. “Oke, akan saya traktir cemilan saja ya!” Saya tidak keberatan karena sudah dapat berkenalan dengan Irglova.

Beberapa hari kemudian disaat selesai kelas Irglova datang ke kelas untuk keperluan sesuatu dengan Tanya. Saya mengamati dari jauh, betapa lucunya Irglova. Tiba-tiba dia berjalan menghampiri sambil tersenyum. “Steiner, nanti malam kita akan berburu foto di pantai, kamu ikut ya?” Irglova sepertinya mengajak saya. “Baik sepertinya seru! Kita berkumpul dimana?” Saya menanggapi. “Di luar gerbang sekolah jam tujuh malam yah!” Irglova terlihat bersemangat. “Oke, sampai jumpa disana!” Saya, John, Irvin dan Tanya makan siang bersama seperti biasanya dan sorenya kami memutuskan untuk berenang, menyegarkan pikiran kami kembali. Saat berenang saya baru menyadari Kalau Irvin itu menyukai Tanya karena Irvin selalu berada di dekat Tanya dan selalu perhatian kepadanya. Saya dan John berenang serius ementara mereka sedang bercanda. “John, mari kita lihat siapa yang lebih cepat berenangnya!” Tantang saya. “Pasti saya lebih cepat!” John mengintimidasi. “Baik mari kita buktikan, gaya bebas!” Lanjut saya. “Baik! Mulai dari, tiga dua, satu.. Go!!” Saya dan John langsung meluncur, saya kerahkan tenaga semaksimal mungkin tetapi sepertinya John lebih cepat dari saya. Setelah sampai di ujung kolam saya berteriak “Sampai!” dan melihat John yang dengan santainya sudah berdiri lebih dahulu disebelah saya. “Sial, cepat sekali John!” Dia tertawa dan meninggalkan saya sambil berkata “Latihan lagi jika ingin mengalahkanku!” Berenang akhirnya selesai, saya langsung bersiap-siap untuk pergi bersama IRglova. Saya menggunakan Jaket, sepatu, celana panjang dan membawa senter. “Sudah jam 7!” saya melihat kearah jam. Saya langsung turun dan keluar dari sekolah, disana sudah terlihat sekumpulan orang membawa kamera. Saya mencari Irglova, lagi-lagi saya terpesona saat melihatnya, dia memakai jaket berbulu, topi dan membawa kamera yang cukup besar lensanya. “Hai Irglova! Apakah semua sudah siap?” Saya bertanya. “Belum semua datang, kita sedang menunggu dua orang lagi, lebih baik kita absen dahulu.” Akhirnya kita semua absen dan dua orang tadi pun sudah datang. Kami segera berangkat berjalan kaki menuju pantai. Dinginnya malan dan suasana yang gelap agak menyeramkan, sebenarnya saya takut tetapi saya bersikap berani karena Irglova disebelah saya. Cuaca terlihat cerah kami dapat melihat bintang dan bulan diperjalanan. “Sudah berapa lama kamu mengikuti kegiatan ini Irglova?” saya bertanya. “Sudah satu tahun.” Jawabnya. “Apa yang menarik dari kegiatan fotografi ini?” saya penasaran. “Nanti kamu akan tahu sesampai disana!” Jalan mulai menanjak dan sudah mulai terlihat hamparan rumput pendek yang dapat ditempati. “Kita berhenti disana kan? Tampaknya jalannya buntu.” Saya bertanya kepada Irglova. “Iya disana, tempat kita berburu foto malam ini.” Sesampainya disana saya cukup kaget karena tempat ini adalah tebing, saya ingat sebelumnya bahwa Irglova mengajak saya ke pantai bukan tebing, ternyata dibawah tebing ini suara ombak lautan terdengar menabrak tebing. Karena cahaya bulan, ombak terlihat dan laut memantulkan cahaya bulan dan bintang-bintang, sungguh indah. Terlihat di ujung kanan ada mercusuar dan di kejauhan terlihat perahu nelayan yang sedang menginap di lautan. Kami berkumpul dan Irglova memberikan pengumuman. “Kita sudah sampai disini, mari kita masing-masing ambil objek yang menari untuk di foto mulai sekarang!” Semuanya langsung mengambil posisi dan siap-siap memfoto objek favoritnya. Saya menunggu Irglova mengambil gambar karena saya tidak membawa kamera. Saya amati IRglova sedang fokus pada horizon di lautan, yang memantulkan cahaya bintang dan terlihat perahu juga disana. “Ckrek!” bunyi kamera Irglova, saya langsung menghampirinya dan melihat hasilnya di layar kamera. Sungguh indah, bintang-bintang dan bulan beserta pantulannya di lautan terlihat dengan jelas bertaburan. “Wah indah sekali” saya berkomentar dan Irglova hanya tersenyum. “Sekarang giliranmu Steiner” Irglova memberikan kameranya kepada saya. Saya ingin cukup memerhatikan mercusuar dari awal, maka dari itu saya langsung mengambil gambarnya “Ckrek!” Irglova langsung menghampiri saya dan melihat hasilnya. “Hahaha” dia tertawa karena melihat gambar yang saya ambil buram, dia lupa mengajarkan saya untuk memutar lensa agar fokusnya pas, saya jadi malu. “Putar lensanya secara perlahan sampai terlihat dengan jelas objek yang ingin kamu foto.” Irglova menjelaskan. Saya mencobanya, ternyata sulit juga fotografi itu. Saya fokuskan kepada mercusuar, kali ini perahu nelayan terlihat dengan jelas dan cahaya bulan tepat di atasnya. Saya fokuskan kepada objek-objek tersebut dan “Ckrek!” kamera berbunyi lagi dan Irglova menghampiri saya lagi. Kali ini dia terlihat mengamati gambar yang saya ambil. “Indah sekali, mercusuar, kapal, cahaya bulan dan bintang ada di gambar ini! Bolehkah saya nanti mencetaknya, saya akan taruh di kamar sebagai salah satu pajangan.” Irglova tampak senang. “Boleh sekali! Saya sangat senang jika kamu suka dengan foto ini Irglova! Ini berkat kamu mengajari saya fotografi.” Karena saya sangat senang, tidak sengaja saya memegang bahunya untuk beberapa saat. Saat saya menyadarinya saya langsung malu dan melihat ekspresi Irglova yang takutnya marah kepada saya. Tetapi Irglova hanya tersenyum saja yang membuat saya semakin bahagia. Tidak lama saya langsung lebih akrab lagi dengan Irglova, sepertinya dia mengetahui bahwa saya menyukainya. Karena saat pertama kali sampai sekarang saya memandangi dia dengan cara yang berbeda. Dan anehnya lagi Irglova menghabiskan waktunya di pantai lebih banyak dengan saya dibandingkan dengan anggota lainnya. Sepertinya kami mempunyai getaran-getaran saat bersama. Akhirnya kami semua pulang, saya dan Irglova tanpa disadari bergandengan tangan karena sudah larut malam. Dalam pkiran saya saya berkata “Saya tidak tahu mengapa saya tiba-tiba pindah ke kota kecil clare, tetapi banyak hal yang lebih menyenangkan dibandingkan saya tinggal di kota dublin, teman yang lebih akrab, alam yang indah, dan menemukan seseorang yang saya suka dan dapat menghabiskan waktu bersama-sama seperti saat ini. Seperti terjebak di surga!”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *